Jumat, 25 Februari 2011

Kasus Gadai


Pengadilan Singapura memenangkan PT Dianlia Setyamukti (Dianlia) dalam kasus pembelian gadai saham PT Adaro Indonesia (Adaro) dari Deutsche Bank pada 2002.
"Kita menang," kata pengacara PT Dianlia, Kenneth Tan singkat seusai penyerahan putusan Pengadilan Tinggi Singapura oleh Hakim Kan Ting Chiu, Jumat.
Pihak lawan (Beckkett Pte. Ltd) yang diwakili oleh pengacara Steven Chong seusai sidang langsung berdiskusi kecil dengan kliennya lalu mereka terburu-buru meninggalkan Pengadilan Tinggi Singapura.
Putusan pengadilan tinggi itu merupakan klimaks dari perseteruan antara konglomerat Edwin Soeryajaya dan teman-teman sebagai pemilik Dianlia dengan Sukanto Tanoto sebagai pemilik Beckkett Pte Ltd, perusahaan yang secara tidak langsung menguasai 40% saham di Adaro.
Kasus bermula ketika pada 27 April 2004, dua tahun lebih setelah eksekusi gadai saham, Beckkett mengajukan gugatan hukum terhadap Deutsche Bank.
Pokok gugatan bahwa Deutsche Bank telah menjual saham-saham tersebut dengan melanggar kewajibannya selaku pemegang gadai, dan penjualan dilakukan di bawah harga wajar.
Gugatan tersebut telah didaftarkan di Pengadilan Tinggi Singapura dengan No.326Q/2004. Tanggal 28 Februari 2005, tiga tahun lebih setelah eksekusi gadai saham, Beckkett kemudian mengubah gugatan hukum No.326Q/2004 kepada Deutsche Bank dengan mengikutsertakan PT Dianlia sebagai Tergugat II di Pengadilan Tinggi Singapura dengan pokok gugatan konspirasi untuk merugikan Beckkett.
Sengketa kepemilikan saham di PT Adaro bermula ketika pada 24 Oktober 1997, salah jaringan usaha Beckkett yang dimiliki konglomerat Soekanto Tanoto dan Hashim Djojohadikusumo sebagai pemegang saham pasif, yakni PT Asminco Bara Utama (Asminco), yang mempunyai 40% saham di PT Adaro Indonesia dan PT Indonesia Bulk Terminal (IBT) mendapat pinjaman US$100 juta dari Deutsche Bank Singapura.
PT Asminco menjaminkan seluruh saham kepemilikannya di PT Adaro kepada Deutsche Bank. Beckkett juga bertindak sebagai penjamin atas pinjaman tersebut.
Beckkett pemilik langsung PT Asminco melalui PT Swabara Mining & Energy. Saham PT Swabara milik Beckkett dan saham PT Asminco milik PT Swabara juga menjadi jaminan.
Ketika pinjaman itu jatuh tempo pada Agustus 1998, Asminco tidak mampu memenuhi kewajiban bayarnya kepada Deutsche Bank sehingga terjadi gagal bayar (default).
Deutsche Bank kemudian menjual saham Beckkett di PT Adaro dan PT IBT kepada DSM.
Pada 6 Desember 2001, Deutsche Bank mengajukan permohonan eksekusi kepada PN Jaksel untuk melaksanakan eksekusinya sebagai pemegang saham.
Pada 11 Desember 2001, PN Jaksel menetapkan Deutsche Bank dapat melaksanakan eksekusi gadai dengan melakukan penjualan di bawah tangan kepada pihak ketiga sebagai pembeli.
PN Jaksel pada 15 Februari 2002 menetapkan pelaksanaan cara eksekusi. Pada saat yang sama, Deutsche Bank menjual 40% saham PT Adaro Indonesia yang dijaminkan oleh PT Asminco kepada PT Dianlia, milik Edwin Soeryadjaya dengan harga US$46 juta.
Beckkett lalu berupaya meraih kembali kepemilikan saham di PT Adaro melalui upaya hukum di Pengadilan Tinggi Singapura dan pengadilan tidak mengabulkan gugatannya. (*/cax) 

Sumber : Kasus Gadai.google.com
Catatan : tulisan ini di buat bukan untuk kepentingan komersial ..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar