Minggu, 31 Maret 2013

Perkembangan dan klasifikasi akuntansi internasional



1. Sejarah Perkembangan Akuntansi Internasional
Praktik akuntansi di Indonesia dapat ditelusur pada era penjajahan Belanda sekitar 17 (ADB 2003) atau sekitar tahun 1642 (Soemarso 1995). Jejak yang jelas berkaitan dengan praktik akuntansi di Indonesia dapat ditemui pada tahun 1747, yaitu praktik pembukuan yang dilaksanakan Amphioen Sociteyt yang berkedudukan di Jakarta (Soemarso 1995). Pada era ini Belanda mengenalkan sistem pembukuan berpasangan (double-entry bookkeeping) sebagaimana yang dikembangkan oleh Luca Pacioli. Perusahaan VOC milik Belanda-yang merupakan organisasi komersial utama selama masa penjajahan-memainkan peranan penting dalam praktik bisnis di Indonesia selama era ini (Diga dan Yunus 1997).
Kegiatan ekonomi pada masa penjajahan meningkat cepat selama tahun 1800an dan awal tahun 1900an. Hal ini ditandai dengan dihapuskannya tanam paksa sehingga pengusaha Belanda banyak yang menanmkan modalnya di Indonesia. Peningkatan kegiatan ekonomi mendorong munculnya permintaan akan tenaga akuntan dan juru buku yang terlatih. Akibatnya, fungsi auditing mulai dikenalkan di Indonesia pada tahun 1907 (Soemarso 1995). Peluang terhadap kebutuhan audit ini akhirnya diambil oleh akuntan Belanda dan Inggris yang masuk ke Indonesia untuk membantu kegiatan administrasi di perusahaan tekstil dan perusahaan manufaktur (Yunus 1990). Internal auditor yang pertama kali datang di Indonesia adalah J.W Labrijn-yang sudah berada di Indonesia pada tahun 1896 dan orang pertama yang melaksanakan pekerjaan audit (menyusun dan mengontrol pembukuan perusahaan) adalah Van Schagen yang dikirim ke Indonesia pada tahun 1907 (Soemarso 1995).
Pengiriman Van Schagen merupakan titik tolak berdirinya Jawatan Akuntan Negara-Government Accountant Dienst yang terbentuk pada tahun 1915 (Soermarso 1995). Akuntan publik yang pertama adalah Frese & Hogeweg yang mendirikan kantor di Indonesia pada tahun 1918. Pendirian kantor ini diikuti kantor akuntan yang lain yaitu kantor akuntan H.Y.Voerens pada tahun 1920 dan pendirian Jawatan Akuntan Pajak-Belasting Accountant Dienst (Soemarso 1995). Pada era penjajahan, tidak ada orang Indonesia yang bekerja sebagai akuntan publik. Orang Indonesa pertama yang bekerja di bidang akuntansi adalah JD Massie, yang diangkat sebagai pemegang buku pada Jawatan Akuntan Pajak pada tanggal 21 September 1929 (Soemarso 1995).
Kesempatan bagi akuntan lokal (Indonesia) mulai muncul pada tahun 1942-1945, dengan mundurnya Belanda dari Indonesia. Pada tahun 1947 hanya ada satu orang akuntan yang berbangsa Indonesia yaitu Prof. Dr. Abutari (Soermarso 1995). Praktik akuntansi model Belanda masih digunakan selama era setelah kemerdekaan (1950an). Pendidikan dan pelatihan akuntansi masih didominasi oleh sistem akuntansi model Belanda. Nasionalisasi atas perusahaan yang dimiliki Belanda dan pindahnya orang orang Belanda dari Indonesia pada tahun 1958 menyebabkan kelangkaan akuntan dan tenaga ahli (Diga dan Yunus 1997).
Atas dasar nasionalisasi dan kelangkaan akuntan, Indonesia pada akhirnya berpaling ke praktik akuntansi model Amerika. Namun demikian, pada era ini praktik akuntansi model Amerika mampu berbaur dengan akuntansi model Belanda, terutama yang terjadi di lembaga pemerintah. Makin meningkatnya jumlah institusi pendidikan tinggi yang menawarkan pendidikan akuntansi-seperti pembukaan jurusan akuntansi di Universitas Indonesia 1952, Institute Ilmu Keuangan (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara-STAN) 1990, Univesitas Padjajaran 1961, Universitas Sumatera Utara 1962, Universitas Airlangga 1962 dan Universitas Gadjah Mada 1964 (Soermarso 1995)-telah mendorong pergantian praktik akuntansi model Belanda dengan model Amerika pada tahun 1960 (ADB 2003). Selanjutnya, pada tahun 1970 semua lembaga harus mengadopsi sistem akuntansi model Amerika (Diga dan Yunus 1997).
Pada pertengahan tahun 1980an, sekelompok tehnokrat muncul dan memiliki kepedulian terhadap reformasi ekonomi dan akuntansi. Kelompok tersebut berusaha untuk menciptakan ekonomi yang lebih kompetitif dan lebih berorientasi pada pasar-dengan dukungan praktik akuntansi yang baik. Kebijakan kelompok tersebut memperoleh dukungan yang kuat dari investor asing dan ¬lembaga-lembaga internasional (Rosser 1999). Sebelum perbaikan pasar modal dan pengenalan reformasi akuntansi tahun 1980an dan awal 1990an, dalam praktik banyak ditemui perusahaan yang memiliki tiga jenis pembukuan-satu untuk menunjukkan gambaran sebenarnya dari perusahaan dan untuk dasar pengambilan keputusan; satu untuk menunjukkan hasil yang positif dengan maksud agar dapat digunakan untuk mengajukan pinjaman/kredit dari bank domestik dan asing; dan satu lagi yang menjukkan hasil negatif (rugi) untuk tujuan pajak (Kwik 1994).
Pada awal tahun 1990an, tekanan untuk memperbaiki kualitas pelaporan keuangan muncul seiring dengan terjadinya berbagai skandal pelaporan keuangan yang dapat mempengaruhi kepercayaan dan perilaku investor. Skandal pertama adalah kasus Bank Duta (bank swasta yang dimiliki oleh tiga yayasan yang dikendalikan presiden Suharto). Bank Duta go public pada tahun 1990 tetapi gagal mengungkapkan kerugian yang jumlah besar (ADB 2003). Bank Duta juga tidak menginformasi semua informasi kepada Bapepam, auditornya atau underwriternya tentang masalah tersebut. Celakanya, auditor Bank Duta mengeluarkan opini wajar tanpa pengecualian. Kasus ini diikuti oleh kasus Plaza Indonesia Realty (pertengahan 1992) dan Barito Pacific Timber (1993). Rosser (1999) mengatakan bahwa bagi pemerintah Indonesia, kualitas pelaporan keuangan harus diperbaiki jika memang pemerintah menginginkan adanya transformasi pasar modal dari model “casino” menjadi model yang dapat memobilisasi aliran investasi jangka panjang. Berbagai skandal tersebut telah mendorong pemerintah dan badan berwenang untuk mengeluarkan kebijakan regulasi yang ketat berkaitan dengan pelaporan keuangan. Pertama, pada September 1994, pemerintah melalui IAI mengadopsi seperangkat standar akuntansi keuangan, yang dikenal dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Kedua, Pemerintah bekerja sama dengan Bank Dunia (World Bank) melaksanakan Proyek Pengembangan Akuntansi yang ditujukan untuk mengembangkan regulasi akuntansi dan melatih profesi akuntansi. Ketiga, pada tahun 1995, pemerintah membuat berbagai aturan berkaitan dengan akuntansi dalam Undang Undang Perseroan Terbatas. Keempat, pada tahun 1995 pemerintah memasukkan aspek akuntansi/pelaporan keuangan kedalam Undang-Undang Pasar Modal (Rosser 1999).
Jatuhnya nilai rupiah pada tahun 1997-1998 makin meningkatkan tekanan pada pemerintah untuk memperbaiki kualitas pelaporan keuangan. Sampai awal 1998, kebangkrutan konglomarat, collapsenya sistem perbankan, meningkatnya inflasi dan pengangguran memaksa pemerintah bekerja sama dengan IMF dan melakukan negosiasi atas berbagaai paket penyelamat yang ditawarkan IMF. Pada waktu ini, kesalahan secara tidak langsung diarahkan pada buruknya praktik akuntansi dan rendahnya kualitas keterbukaan informasi (transparency).
2. Faktor Lingkungan yang Berpengaruh Terhadap Pengembangan Akuntansi
Akuntansi dipengaruhi oleh lingkungan dan sebaliknya akuntansi juga mempengaruhi lingkungan. Choi et. al (1998; 36) menjelaskan sejumlah faktor lingkungan yang diyakini memiliki pengaruh langsung terhadap pengembangan akuntansi, antara lain:

1. Sistem Hukum
2. Sistem Politik
3. Sifat Kepemilikan Bisnis
4. Perbedaan Besaran dan Kompleksitas Perusahaan-Perusahaan Bisnis
5. Iklim Sosial
6. Tingkat Kompetensi Manajemen Bisnis Dan Komunitas Keuangan
7. Tingkat Campur Tangan Bisnis Legislatif
8. Ada Legislasi Akuntansi tertentu
9. Kecepatan Inovasi Bisnis
10. Tahap pembangunan Ekonomi
11. Pola pertumbuhan Ekonomi
12. Status Pendidikan dan Organisasi Profesional

3. Porsi Pengembangan Akuntansi Internasional
Choi et.al (1998:38) mengungkapkan bahwa secara struktural pengembangan akuntansi internasional yang terjadi sekarang meliputi porsi sebagai berikut :
1.      Pola Pengembangan Komparatif
Pendekatan yang dikembangkan oleh Mueller yang berbeda terhadap pengembangan akuntansi dapat diamati di negara-negara barat yang memiliki sistem ekonomi yang berorientasi pasar, meliputi; Pola makorekonomis, pola mikroekonomis, pendekatan disiplin independen, dan pendekatan akuntansi seragam. Wolk & Tearney, (1992; 578) menggagas, bahwa secara teoritis ada tiga model yang disodorkan untuk menyeragamkan pemahaman mengenai akuntansi internasional, yaitu :
1. Absolute uniformity
2. Circumstantial uniformity
3. Purposive uniformity
Absolute uniformity, berarti satu set standar akuntansi yang baik dalam satu format pelaporan keuangan akan berlaku di seluruh komunitas ekonomi internasional tanpa membeda-bedakan keadaan ekonomi dan kebutuhan pemakai. Circumstantial uniformity, berdasarkan basis transnasional yang mengijinkan perbedaan metode akuntansi yang digunakan dimana keberadaan akuntansi ditunjukan. Sedangkan Purposive uniformity, akan mempertimbangkan kedua keadaan perbedaan yang mendasarinya seperti halnya kebutuhan pemakai yang berbeda dan manfaatnya.
2.      Pengembangan Kerangka-Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual yang dikembangkan menggunakan dasar pikiran akuntansi sebagai suatu disiplin independen. Faktor-faktor internal atau intrinsic dari akuntansi disusun secara hirarkis dan berhubungan secara horizontal dalam usaha untuk mengembangkan struktur internal yang komprehensif dan konsisten bagi semua aspek disiplin akuntansi keuangan.
3.      Perusahaan Multinational (MNCs) sebagai agen pengembangan Akuntansi
Pada saat ini harmonisasi pengukuran akuntansi dan pengungkapan keuangan komprehensif masih jauh dari harapan. Meskipun demikian, dapat ditemui keinginan-keinginan untuk melihat harmonisasi akuntansi global yang lebih besar.
4.      Kebutuhan Akuntansi dari negara berkembang
Perhatian akuntansi di negara berkembang meliputi: (1) tipe sistem akuntansi yang sedang dibutuhkan dan (2) pendidikan dan sarana lalin apa yang harus dipakai Negara sedang berkembang untuk memperbanyak akuntan terlatih. Cara yang lain adalah dengan transfer teknologi akuntansi negara maju yang dilakukan secara selektif.
5.      Fungsi Akuntansi dalam ekonomi terpusat
Perbedaan yang mendasar antara ekonomi pasar dan ekonomi terpusat adalah bahwa dalam ekonomi terpusat, semua aktivitas ekonomi yang substantive dikelola oleh pemerintah. Choi et. al (1998 ; 52) menggambarkan perbedaan fungsi akuntansi dari ekonomi pasar dan ekonomi pusat dilihat dari struktur organisasi, pembukuan, pengendalian dan audit, dan referensi-referensi untuk follow up.
4. Aktivitas-Aktivitas Pendukung Pengembangan Akuntansi
Pengembangan akuntansi internasional dibantu secara ekstensif oleh sejumlah bdan pemerintah, asosiasi akuntansi professional, dan institusi. Aktivitas pendukung di luar pergerakan standar internasional secara umum diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Organisasi-organisasi regional: Organisasi-organisasi ini berlaku sebagai penyangga antara kepentingan-kepentingan nasional yang kaku dengan kepentingan-kepentingan internasional yang luas dan merupakan kelompok-kelompok akuntan professional yang bervariasi dalam jumlah dan efektifitasnya.
2. Institusi-institusi: Institusi-institusi yang mendukung akuntansi internasional meliputi parlemen-parlemen dan universitas-universitas di seluruh dunia, serta eksekutif-eksekutif keuangan dan analis-analis keuangan.

Sumber : http://www.scribd.com/doc/55264791/Definisi-Akuntansi-Internasional dan buku international accounting " frederick D.S. Choi and Gary K. Meek"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar